Wednesday, November 6, 2013

Gejolak Jiwa Tiada Henti


Suku Dayak Pedalaman Kalimantan. Apa yang terlintas dalam pikiran Anda ketika mendengar sepenggal frasa tersebut? Komunitas terbelakang, terisolir, dan jauh dari sentuhan pembangunan? Pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur yang serba minim? Begitulah gambaran yang muncul spontan di benak kebanyakan orang.

Gambaran spontan tersebut merupakan protret komunitas suku Dayak Pedalaman Kalimantan yang sebenarnya. Nasib mereka sebagai bagian dari bangsa ini sepertinya telah menjadi pengetahuan umum, bukan rahasia lagi. Seharusnya hal itu tak dianggap sebagai kewajaran. Pembelaan dan tindakan yang konkret dari pemerintah sekian puluh tahun hendaknya mampu mengubah nasib mereka. Di sini ada masalah! Dan masalah itu tak boleh dibiarkan!
Keadaan menjadi sangat kontras jika mereka menyeberang ke perbatasan. Di negara sebelah, saudara-saudaranya serumpun hidup jauh lebih makmur. Akses pendidikan, perdagangan, dan infrastruktur jauh lebih baik. Hidup mereka jauh dari sentuhan pembangunan. Komunitas mereka menjadi komunitas marginal. Komunitas pinggiran, jauh dari lingkaran kekuasaan dan pembuat kebijakan.
Maria Goreti adalah bagian dari komunitas itu. Nasib komunitasnya yang demikian mengusik nuraninya. Hatinya selalu bergejolak. Ia ingin berteriak selantang-lantangnya agar dunia mendengar nasib komunitasnya. Tetapi, bukankah hal itu telah deketahui oleh seluruh dunia? Esai, berita, dan wacana hanya seperti angin berlalu begitu saja. Harus ada cara yang lebih konkret. Cara yang dapat masuk langsung pada pembuatan kebijakan-kebijakan nasional. Cara itu adalah jalan politik, di mana ia mampu langsung membawa aspirasi komunitasnya kepada para pembuat dan pelaku kebijakan pemerintahan.
Jalan politik tentu bukan jalan yang mudah. Kompleksitas kepentingan berseliweran dan carut-marut. Kepercayaan rakyat dapat dijadikan komoditas untuk transaksi kepentingan. Pada akhirnya rakyat tetaplah tidak mendapatkan apa-apa. Kecuali, kesengsaraan yang semakin memburuk. Mungkin hal itulah yang menyebabkan komunitas Dayak Pedalaman hingga kini nyaris tak tersentuh oleh pembangunan. Maria Goreti menyadari hal itu. Ia bertekad untuk terus berjuang. Berjuang untuk komunitasnya. Berjuang untuk kejayaan Indonesia.
Jalan terjal dan berliku tentu sangat melelahkan. Membutuhkan totalitas dan komitmen yang penuh untuk terus berjalan dan berjuang. Mempertaruhkan jiwa dan raga demi tercapainya cita-cita luhur bangsa, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kepentingan dan kesenangan pribadi dinomorsekiankan. Sebab, ia tak pernah mampu menahan jiwa yang bergejolak ketika menyaksikan persoalan-persoalan kebangsaan yang mengalami pembiaran. Pembiaran oleh mereka yang seharusnya konsern karena menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Ia tidak akan pernah tenang untuk berdiam. Ia terus bergerak. Bergerak dan berjuang dengan sepenuh jiwa dan raga demi Persada Nusantara.

Maria Goreti: Menjaga Idealisme Perjuangan


Maria Goreti adalah seorang wanita Dayak Katolik Indonesia sejati.  Kalimat ini mungkin sangat
abstrak. Tetapi ini adalah gambaran yang tepat untuk sosok seorang senator asal Kalimantan Barat ini. Ke-WANITA-an, ke-DAYAK-an, ke-KATOLIK-an, dan ke-INDONESIA-annya berpadu sama kuatnya menampilkan suatu karakter yang khas. Karakter yang dibentuk dari nilai-nilai luhur dari komunitas asalnya --wanita, Dayak, Katolik, dan Indonesia. Nilai-nilai tersebut begitu hidup dalam dirinya, bergeliat terus dan menggerakkannya melampaui batas-batas biasa. Dan hanya seorang pejuang tangguh yang mampu mengemban amanat perjuangan dari nilai-nilai luhur komunitasnya itu. Seorang yang tidak hanya kuat menghadapi tantangan, tetapi juga memiliki kecerdasan dan kearifan untuk dapat melewati rintangan-rintangan yang tak mudah. Selama dua periode menjadi senator di Senayan, Maria Goreti telah menunjukkan kualifikasinya.

Wanita ini sangat sederhana. Sederhana adalah kata yang abstrak. Tetapi mereka yang pernah bertemu dengan sosok Maria Goreti, meski hanya sepintas saja, kata itu akan menjadi nyata. Sederhana menjadi kata yang hidup, dinamis, dan tidak abstrak lagi. Sederhana mengejawantah dalam gaya hidup, cara berelasi, cara berpikir, cara berjuang seorang Maria Goreti. Ia berhubungan dengan siapa saja tanpa memandang status sosial. Ya karena sederhana saja alasannya, bahwa semua manusia sama di hadapan Tuhan. Juga, semua warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum. Hal itulah yang membuatnya dapat menjalin relasi lintas kelas sosial, lintas kultural, lintas agama, dan lintas kelompok politik.

Cara berpikir yang sederhana dalam berpolitik membuatnya menghindari intrik-intrik yang rumit dalam kiprahnya mengemban amanat rakyat. Sebagai seorang senator, ia hanya akan memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan kepentingan kekuasaan dan partai politik manapun. Komitmen politiknya hanya dia dengan rakyat, tidak ada komitmen dengan partai atau kepentingan lain. Hal ini membuatnya bebas menentukan pilihan dan sikap dalam tugas-tugas konstitusionalnya.

Kesederhanaan Maria Goreti adalah kekayaan yang tak banyak dimiliki orang. Kesederhanaan yang muncul bukan dari keterpaksaan, tetapi dari keaslian pribadi. Lahir dari penghayatan hidup akan nilai-nilai yang dianut. Kesederhanaan adalah pilihannya. Kesederhanaan ini pulalah yang memperkaya dukungan kepadanya. Pada periode kedua ia mendapatkan suara terbanyak (157.195 suara).

Sebagai seorang senator yang mendapat dukungan terbanyak dari daerah pemilihannya, Maria Goreti dapat saja memilih untuk hidup mewah. Besarnya perolehan suara adalah gambaran real dukungan rakyat. Dukungan rakyat adalah gambaran real besarnya pengaruh. Dan, besarnya pengaruh menjadi daya jual yang bernilai tinggi dalam politik transaksional. Transaksi-transaksi politik dapat ia mainkan untuk menumpuk keuntungan materi. Ia dapat menembus lingkup pergaulan papan atas manapun dalam kapasitasnya sebagai seorang yang mempunyai pengaruh politik. Kaum selebriti, politisi, birokrat,
maupun pengusaha bukan lagi komunitas-komunitas yang sulit untuk dimasukinya dan mengambil keuntungan dari mereka. Tetapi, Maria Goreti lebih mengutamakan bergaul dan bergumul dengan komunitas-komunitas marginal. Komunitas-komunitas kecil yang dalam pandangan orang kebanyakan tak mempunyai kekuatan. Mereka yang tak mempunyai saluran-saluran untuk mengadukan nasib pada para pembuat kebijakan. Masyarakat Dayak yang terbelakang. Masyarakat yang berjuang untuk mempertahankan eksistensi di tanah moyangnya sendiri. Masyarakat yang miskin di negerinya yang kaya akan sumberdaya alam itu. Masyarakat yang terisolir dalam ketertinggalan di pedalaman Kalimantan. Mereka adalah jiwa-jiwa yang menyala dalam diri Maria Goreti. Dan, Maria Goreti merepresentasikan mereka dalam gaya hidup dan perjuangan politiknya.  

Tak mudah memang bagi seorang wanita muda untuk dapat melakukan penetrasi langsung pada basis massa pemilih tanpa kendaraan politik. Kendaraan politik bisa berupa partai politik, politik dinasti, atau kekuatan finansial. Atau mungkin bisa karena popularitas ketokohannya dibangun dari luar panggung politik. Maria Goreti mengawali karir politiknya bukan dari itu semua. Kesadarannya berpolitik telah diasahnya sejak di bangku kuliah. Ia terlibat diberbagai organisasi kemahasiswaan. Dia benar-benar berangkat dari bawah. Berangkat dari keprihatinannya terhadap kondisi sosial dan ekonomi komunitas dari tempatnya berasal. Selepas menyelesaikan kuliahnya pada jenjang S2 di UGM, ia kembali ke komunitasnya. Ia menulis esai pada media-media cetak. Ia menyampaikan ide-ide pencerahan melalui stasiun radio di kampung. Ia mengajar di sekolah. Ia bergerak dan bergerak terus mulai dari bawah, melebar, dan memuncak. Ia telah membuktikan bahwa keberpihakan pada nasib rakyat akan mendatangkan kepercayaan yang besar dari mereka. Dan, kesetiaan menjalankan anamat mereka akan mendatangkan kepercayaan yang lebih besar lagi.

Sebagai seorang wanita, Maria Goreti seolah menjadi antitesis dari kultur sosial-politik saat ini yang cenderung eksploratif dan eksploitatif terhadap keindahan fisik wanita secara berlebihan sebagai komoditas politik. Kecantikan akan mendatangkan popularitas, dan popularitas akan berpengaruh besar pada elektabilitas. Tak heran jika para artis menjadi kejaran partai-partai politik untuk mendulang dukungan. Tetapi tidak halnya dengan Maria Goreti.  Kecantikan bukan ditentukan dari hal-hal yang membungkus. Gemerlap perhiasan, pakaian, kemolekan tubuh, dan wajah yang bertabur kosmetik. Kecantikan seorang wanita lahir dari jiwa yang suci, memancarkan kesejukan dan kenyamanan bagi siapapun yang dijumpainya. Seorang ibu tempat mengadu. Seorang ibu yang membesarkan semangat. Seorang ibu yang menginspirasi dan menggerakkan ke arah perbaikan mutu hidup. Seorang ibu yang tegar, sabar, dan bijaksana. Itulah hakikat seorang wanita. Dan, kualitas seorang wanita bukan pada yang membungkusnya, tetapi pada jiwa yang memancarkan pesona. Pesona yang mendamaikan, menguatkan, melindungi, dan memperjuangkan dengan cinta. Dan, Maria Goreti telah menjadi ibu yang baik bagi komunitas-komunitas konstituennya.

Lahir sebagai seorang wanita dari suku Dayak, Maria Goreti mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap perjuangan kaumnya. Lulusan magister sosiologi UGM ini selalu mempromosikan pentingnya pendidikan bagi kaum wanita. Langkah terjang Maria Goreti seolah menunjukkan bahwa tak adil jika wanita hanya tunduk pada dominasi pria dan mereduksi peran wanita pada fungsi domestik semata. Pembatasan peran wanita hanya sebatas sumur, kasur, dan dapur harus digempur. Wanita pun mempunyai hak yang sama dengan pria dalam kehidupan sosial maupun politik. Tak mudah tentunya. Tetapi tidak juga mustahil jika hal itu diperjuangkan dengan sepenuh jiwa dan raga. Maria Goreti telah membuktikannya. Dan, atas perjuangannya itu ia dianugerahi penghargaan KARTINI AWARD sebagai “Perempuan Indonesia Terinspiratif dalam Bidang Politik” pada tahun 2009.

Maria Goreti lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga penganut Katolik yang taat. Ayahnya adalah seorang katekis, pengajar agama Katolik. Almahrum Felicianus Tamen, Ayah Maria Goreti, sangat menekankan nilai-nilai kristiani dalam mendidik keempat anaknya. Kesederhanaan, kejujuran, kerja keras dan kepedulian terhadap sesama menjadi nilai-nilai yang hidup dalam keluarga Felicianus Tamen. Meski sebagai guru pengajar agama berpenghasilan minim, hal itu tak menjadikan alasan bagi Felicianus Tamen untuk tidak menyemangati dan membesarkan cita-cita putra-putrinya mencapai jenjang pendidikan hingga perguruan tinggi. Keterbatasan ekonomi pun tak menjadi alasan bagi mereka untuk tidak dapat berbagi dengan sesama. Felicianus Tamen memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional Dayak. Dengan keahliannya itu ia membantu orang-orang yang membutuhkan. Ia berkeyakinan bahwa jika kita menabur kebaikan maka kita akan memanen kebaikan pula.

Warna Dayak dan Katolik akhirnya menjadi sangat menonjol dalam diri Maria Goreti. Peran keluarga sangat penting dalam pembentukan kepribadiannya. Inti kehidupan sosial dari seorang kristiani ialah menjadi garam dan terang dunia. Bagi seorang kristiani hendaknya kehadirannya menjadi berkat, berdayaguna, bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Semangat berbagi dan berbelarasa lahir dari ajaran ini, wujud konkret dari dasar kehidupan kristiani yaitu cinta kasih. Nilai-nilai itulah yang hidup dalam diri seorang Maria Goreti. Nilai-nilai yang ditanamkan oleh ayahnya dari ajaran Sang Guru, Yesus Kristus.

Maria Goreti tak pernah ragu akan nilai-nilai yang dia anut. Warisan ajaran moral dari leluhurnya suku Dayak dan ajaran cinta kasih dari Yesus Kristus selaras dengan Pancasila sebagai dasar negara. Kerangka komunitas asal-usul tersebut tak berarti memenjarakan perjuangan politiknya pada batas-batas primordial saja. Komunitas dari tempatnya berasal hanya memberikan artikulasi perjuangannya, bahwa komunitasnya memerlukan saluran aspirasi politik. Maria Goreti membawa identitas komunitasnya pada konteks keberagaman kehidupan sosial, budaya, dan religiusitas di negara tercinta ini. Dengan demikian eksistensi komunitasnya tetap terjaga, dan hak-hak mereka sebagai warga negara tetap dilindungi oleh penyelenggara negara.

Maria Goreti bersama Mgr. Agustinus Agus Pr
Maria Goreti menyadari benar fungsinya sebagai senator adalah seorang utusan. Ia diutus oleh konstituennya untuk menghubungkan mereka dengan pemerintah pusat. Ia mengemban amanat tersebut. Maka ia berjuang di Senayan bukan memperjuangkan kepentingannya sendiri. Ia memperjuangkan kepentingan rakyat yang mengutusnya. Tentu saja perjuangan yang tidak mudah. Perjuangannya adalah perjuangan politik. Dunia politik yang tak mudah dibaca. Alur yang berliku dan lorong-lorang gelap tak mudah ditebak kemana ujungnya. Kompleksitas masalah dan kompleksitas kepentingan membuat persoalan-persoalan menjadi berbelit seperti benang kusut. Mereka yang kehilangan idealisme akan sangat mudahnya terbelit oleh masalah-masalah tersebut. Mereka yang kehilangan idealisme akan dengan mudahnya terjerumus dalam politik transaksional dan pragmatis.

Untuk tetap menyalakan api idealisme dalam perjalanan karir politiknya, Maria Goreti selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi konstituennya dalam masa-masa reses. Ia datang ke tempat mereka. Berdialog. Bahkan tinggal dan menginap di sana untuk merasakan dan melihat langsung persoalan mereka. Betapapun sulit medan yang harus ditempuhnya. Betapapun tidak nyamannya tinggal dan menginap di tengah masyarakat yang serba berkekurangan. Tetapi baginya, itu adalah pengalaman yang sangat berharga dan sangat membahagiakan. Idealismenya kembali berkobar. Perjuangannya seolah mendapatkan amunisi baru. Dan ia bertekad untuk terus maju, berjuang untuk rakyat yang mengutusnya. Masyarakat Kalimantan Barat.