Suku Dayak Pedalaman Kalimantan. Apa yang terlintas dalam pikiran Anda ketika mendengar sepenggal frasa tersebut? Komunitas terbelakang, terisolir, dan jauh dari sentuhan pembangunan? Pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur yang serba minim? Begitulah gambaran yang muncul spontan di benak kebanyakan orang.
Gambaran spontan tersebut merupakan protret komunitas suku
Dayak Pedalaman Kalimantan yang sebenarnya. Nasib mereka sebagai bagian dari
bangsa ini sepertinya telah menjadi pengetahuan umum, bukan rahasia lagi. Seharusnya
hal itu tak dianggap sebagai kewajaran. Pembelaan dan tindakan yang konkret
dari pemerintah sekian puluh tahun hendaknya mampu mengubah nasib mereka. Di
sini ada masalah! Dan masalah itu tak boleh dibiarkan!
Keadaan menjadi sangat kontras jika mereka menyeberang ke
perbatasan. Di negara sebelah, saudara-saudaranya serumpun hidup jauh lebih
makmur. Akses pendidikan, perdagangan, dan infrastruktur jauh lebih baik. Hidup
mereka jauh dari sentuhan pembangunan. Komunitas mereka menjadi komunitas
marginal. Komunitas pinggiran, jauh dari lingkaran kekuasaan dan pembuat
kebijakan.
Maria Goreti adalah bagian dari komunitas itu. Nasib
komunitasnya yang demikian mengusik nuraninya. Hatinya selalu bergejolak. Ia
ingin berteriak selantang-lantangnya agar dunia mendengar nasib komunitasnya. Tetapi,
bukankah hal itu telah deketahui oleh seluruh dunia? Esai, berita, dan wacana
hanya seperti angin berlalu begitu saja. Harus ada cara yang lebih konkret. Cara
yang dapat masuk langsung pada pembuatan kebijakan-kebijakan nasional. Cara itu
adalah jalan politik, di mana ia mampu langsung membawa aspirasi komunitasnya
kepada para pembuat dan pelaku kebijakan pemerintahan.
Jalan politik tentu bukan jalan yang mudah. Kompleksitas kepentingan
berseliweran dan carut-marut. Kepercayaan rakyat dapat dijadikan komoditas
untuk transaksi kepentingan. Pada akhirnya rakyat tetaplah tidak mendapatkan
apa-apa. Kecuali, kesengsaraan yang semakin memburuk. Mungkin hal itulah yang
menyebabkan komunitas Dayak Pedalaman hingga kini nyaris tak tersentuh oleh
pembangunan. Maria Goreti menyadari hal itu. Ia bertekad untuk terus berjuang.
Berjuang untuk komunitasnya. Berjuang untuk kejayaan Indonesia.
Jalan terjal dan berliku tentu sangat melelahkan. Membutuhkan
totalitas dan komitmen yang penuh untuk terus berjalan dan berjuang. Mempertaruhkan
jiwa dan raga demi tercapainya cita-cita luhur bangsa, keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Kepentingan dan kesenangan pribadi dinomorsekiankan. Sebab,
ia tak pernah mampu menahan jiwa yang bergejolak ketika menyaksikan
persoalan-persoalan kebangsaan yang mengalami pembiaran. Pembiaran oleh mereka
yang seharusnya konsern karena menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Ia tidak
akan pernah tenang untuk berdiam. Ia terus bergerak. Bergerak dan berjuang
dengan sepenuh jiwa dan raga demi Persada Nusantara.
No comments:
Post a Comment